--> Skip to main content

MANUSIA

Bismillaahirrahmaanirrahiim,


Sang Guru berkata:
“Ketahuilah Wahai anakku bahwa makhluk yang bernama Manusia itu memiliki keistimewaan yang tidak diberikan kepada makhluk ciptaan lainnya. Dalam Al-Quran, Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa manusia diciptakan dengan banyak kelebihan atas kebanyakan makhluk yang pernah Tuhan ciptakan. Dan tahukah engkau wahai anakku bahwa minimal ada 10 tingkat kelebihan yang Tuhan berikan kepada Manusia atas makhluk ciptaan lainnya. Di antaranya yaitu:


1. Dasyirah;
2. Himaliyas;
3. Kastanin;
4. Wanabasi;
5. Yamanira;
6. Uranamil;
7. Isnamaya;
8. Qasinaya;
9. Valhatari;
10. Astariyasya;
Nah, jika seorang manusia bisa melalui kesepuluh tahapan ini, maka ia akan menjadi Manusia dalam arti Manusia yang sesungguhnya sebagai makhluk yang telah diciptakan oleh Tuhan dengan kesempurnaan lahir dan batin. Dan khusus pada tingkatan kelima yakni tingkatan YAMANIRA, maka seorang Manusia akan setara dengan para Malaikat, baik dalam hal ilmu pengetahuan ataupun kesaktiannya. Bahkan di atas tingkatan YAMANIRA itu, masih ada 5 tingkatan lagi di atasnya hingga pada tingkatan ASTARIYASYA. Semuanya istimewa dan sungguh luar biasa bagi siapapun dari makhluk yang bernama Manusia yang bisa sampai pada kelima tingkatan itu. Dan jelas tidak semua orang bisa mencapainya, karena memang tidaklah mudah. Inilah sebabnya mengapa dalam Al-Quran dinyatakan bahwa diri Manusia itu memiliki keistimewaan yang tidak diberikan kepada makhluk ciptaan yang lainnya. Tapi karena berbagai keistimewaan inilah, sebagai ujiannya maka Manusia harus menjalani kehidupan yang sangat tidak mudah untuk dilalui. Di tengah-tengah keterbatasannya, seorang manusia harus tetap menjadi yang terbaik di hadapan Tuhannya meskipun sering mengalami kegagalan dan keputusasaan, kesedihan dan kegelisahan, kesusahan dan penderitaan, ragu-ragu, bingung, takut, cemas, khawatir, atau bahkan kadang salah dalam memilih jalan yang harus ia tempuh. Tapi sebaliknya, seorang Manusia juga bisa merasakan kebahagiaan, kasih sayang dan cinta yang luar biasa jika ia bisa terus mengikuti aturan yang telah diberikan Tuhan kepada Para Nabi dan Rasul-Nya.
Sehingga karena itulah, jika seorang Manusia mampu menyeimbangkan dualitas perasaan dari keduanya, lalu melepaskan diri dari rasa suka ataupun tidak suka, mau ataupun tidak mau, boleh ataupun tidak boleh, bisa ataupun tidak bisa, harus ataupun tidak harus, dan bahkan perasaan benar ataupun salah, maka jiwanya akan merdeka dalam arti merdeka yang sesungguhnya. Dan ketika seorang manusia telah dapat mencapai kemerdekaan jiwanya, maka disaat itulah ia baru akan menjadi sosok Hamba Tuhan yang sebenar-benarnya Hamba. Satu kedudukan yang paling terbaik dari yang terbaik dari seorang makhluk bernama Manusia.“

Saya bertanya:
“Maafkan saya Guru, tapi bagaimana caranya seorang manusia bisa mencapai kemerdekaan jiwanya? Mohon kiranya Guru menjelaskannya.”

Sang Guru menjawab:
“Wahai anakku, semenjak purba kala, sesungguhnya manusia telah diperkenalkan adanya dua jalan yang dapat ditempuh untuk bisa mencapai kemerdekaan jiwanya, dan kedua jalan ini harus dilalui oleh manusia tanpa meninggalkan salah satu dari keduanya. Dan kedua Jalan yang kumaksud ini adalah JALAN SUNYI dan JALAN CINTA.
Yang satu ditempuh dengan melakukan perjalanan ke dalam DIRI, sedangkan yang satunya lagi ditempuh dengan melakukan perjalanan ke luar DIRI.”

Saya kembali bertanya:
“Bisakah engkau jelaskan perbedaan antara keduanya wahai Guru?”

Sang Guru pun kembali menjawab:
“Anakku, JALAN SUNYI adalah jalan yang ditempuh dengan melakukan perjalanan ke dalam DIRI, yang dimulai dari DIRI sendiri. DIRI itu sendiri pun bermula dari DIRI SEJATI yang berada di kedalaman DIRI yang paling dalam. Temukanlah hakekat yang tersembunyi dari DIRI SEJATI ini maka engkau akan dapat mencapai kemerdekaan jiwa. Dan ketahuilah wahai anakku bahwa minimal ada enam cara yang dapat dilakukan bagi para penempuh JALAN SUNYI ini.
Pertama, adalah RAHASI, yakni berada dalam kesendirian.
Seorang manusia yang ingin berhasil memerdekakan jiwanya maka ia harus mencari tempat yang tenang dengan lingkungan sekitar yang tenang, seperti misalnya pinggir sungai atau puncak bukit atau gunung. Tempat-tempat semacam ini akan membantu konsentrasi pikiran dengan mudah. Di dunia yang semakin hari semakin hiruk pikuk ini, seoramg manusia harus dapat menyediakan waktu khusus untuk menemukan ketenangan di dalam dirinya. Ia harus mengundurkan diri ke tempat yang tenang dan meninggalkan hingar bingar dunia. Kedua, adalah EKAKI, yakni dilakukan secara sendirian.
Seorang manusia yang ingin berhasil memerdekakan jiwanya, maka ia harus pergi sendirian – atau setidaknya ada seorang yang menemani – agar bisa menjaganya tanpa gangguan siapapun. Ketiga, adalah SATATAM, yakni melakukan meditasi secara konsisten. Seorang manusia yang ingin berhasil memerdekakan jiwanya, maka ia harus dapat melakukan meditasi secara rutin, teratur dan terus menerus. Karena praktik meditasi yang dilakukan secara tidak teratur jelas tidak akan ada gunanya. Upaya kreatif yang terus menerus semakin perlu dilakukan untuk meningkatkan tataran kesadaran yang semakin intens dan semakin tinggi levelnya. Dan pada bagian inilah, seorang manusia akan bisa mengasah dan mengembangkan kemampuan yang ada di dalam dirinya, seperti membuka pintu-pintu chakra dan membangkitkan kundalini-nya. Semuanya tentu bukan untuk tujuan pamer, tetapi lebih kepada menguatkan jasmani dan ruhaninya sendiri.
Keempat, adalah YATACITTATMA, yakni penguasaan diri. Seorang manusia yang ingin berhasil memerdekakan jiwanya, maka ia harus bisa mengendalikan dirinya sendiri, tidak boleh terlalu gembira, tidak boleh terlalu tegang ataupun cemas. Belajarlah untuk senantiasa menjadi diam dan tenang dihadapan Tuhan dengan cara ber-tafakur penuh kendali dan disiplin. Ketahuilah bahwa tidak ada gunanya meninggalkan hingar bingar dunia dan masuk ke dalam tempat ibadah atau tempat berdoa jika ia masih saja membayangkan urusan tetek bengek kehidupan dunianya sehari-hari. Tidak boleh ada kegelisahan atau gangguan konsentrasi apapun. Hanya melalui pikiran lah, seseorang dapat mencapai keheningan, dan hanya melalui keheningan lah, seseorang dapat  mencapai kedalaman dirinya. Maka seorang manusia haruslah bisa masuk jauh ke dalam keheningan dirinya dan menantikan kehadiran Sang Maha Cahaya di kedalaman dirinya melalu ketenangan dirinya. Kelima, adalah NIRASI, yakni bebas, bersih dari hasrat keinginan. Seorang manusia yang ingin berhasil memerdekakan jiwanya, maka ia harus dapat membebaskan diri dari semua hasrat, syahwat duniawi dan kecemasan yang dilahirkannya, dan juga bebas dari sifat rakus dan rasa takut. Ia harus dapat melepaskan diri dari belenggu-belenggu mental dan bebas dari semua gangguan dan prasangka, lalu menanggalkan semua kemelekatan pada kecenderungan mental, tujuan-tujuan hidup, dan juga kemelekatan pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Ia harus tidak mengharapkan dan menginginkan apa-apa. Keenam, adalah APARIGRAHAH, yakni bebas dari keinginan untuk memiliki apapun. Ini adalah tahap kemerdekaan jiwa yang paling tertinggi yg dapat dicapai oleh penempuh JALAN SUNYI. Pada tahapan ini, seorang manusia yang ingin berhasil memerdekakan jiwanya, maka ia harus dapat mengendalikan keinginan untuk memiliki dan membebaskan diri dari tirani harta dan jabatan bahkan dari pahala setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Karena ia tidak akan bisa mendengar suara Tuhan jika masih gelisah dan dikuasai oleh rasa pamrih, rasa bangga diri, rasa yakin diri atau keinginan untuk memiliki sesuatu.”

Saya kembali bertanya:
“Lalu bagaimana dengan manusia yang menempuh JALAN CINTA wahai guru?”

Sang Guru menjawab:
“Seorang manusia yang menempuh jalan CINTA, maka mereka akan melangkah kemanapun CINTA ILAHI memanggilnya. Mereka hanya memfokuskan kesadarannya pada CINTA ILAHI, mereka sadar bahwa Tuhan tak mungkin bisa dicintai dengan cinta manusia, tak mungkin bisa didekati dengan kedekatan manusia dan tak mungkin bisa diraih dengan peraihan manusia, namun mereka tetap berusaha untuk mewujudkan CINTA ILAHI itu dalam batasan-batasan kemanusiaannya dalam wujud cinta yang sesungguhnya cinta.”

Saya kembali bertanya:
“Wahai guru, jelaskanlah kepadaku tentang arti Cinta yang sesungguhnya?“

Sang Guru menjawab:
“Cinta yang sesungguhnya hanya bisa dipahami oleh Cinta yang Sejati.”

Saya kembali bertanya:
“Lantas apa pula yang dimaksud dengan Cinta yang sejati itu? Jelaskanlah pula kepadaku wahai guru.”

Sang Guru menjawab:
“Jika engkau bertanya tentang arti Cinta yang Sejati, sesungguhnya ia sangatlah luas maknanya. Hanya sebagian saja yang bisa dijelaskan darinya. Dan dari yang sebagian itu, maka akan bisa dipahami salah satunya dengan cara membangkitkan CINTA ILAHI yang ada di dalam diri setiap manusia.”

Saya kembali bertanya:
“Sudilah kiranya Guru menjelaskan tentang CINTA ILAHI itu?“

Sang Guru pun menjawab:
“Wahai anakku. CINTA ILAHI itu adalah samudera yang sangat luas yang ada di dalam diri manusia, ia bisa mengamuk atau menenangkan tanpa ada yang mampu menghalanginya. CINTA ILAHI ini akan mengumpulkan sungai-sungai yang mengalir tenang dari Langit dan memberikan kehidupan yang istimewa di Bumi. Namun sayangnya, CINTA ILAHI ini harus dirasakan secara perlahan-lahan dalam waktu yang sangat lama. Dan CINTA ILAHI ini sesungguhnya telah dianugerahi Tuhan di dalam diri setiap manusia, namun ia hanya dapat dirasakan dan dibangkitkan oleh mereka yang memiliki hati yang tenang dan pikiran yang jernih.
Dan untuk bisa mewujudkan itu semua, maka siapapun harus bisa memahami minimal 75 jenis energi yang ada di dalam dirinya. Selain itu, ke-75 jenis energi yang ada di dalam diri ini harus bisa dibangkitkan lalu kemudian disatukan satu persatu. Siapapun baru akan memahami tentang arti CINTA SEJATI itu hanya ketika ia sudah berhasil membangkitkan ke-75 jenis energi yang ada di dalam dirinya. Dan sebaliknya, hanya dengan CINTA SEJATI pula, maka ke-75 energi yang ada di dalam diri ini baru bisa dibangkitkan. Sehingga ketika seseorang telah memahami eksistensi ke-75 jenis energi ini, maka dengan sendirinya ia akan memahami apa itu CINTA SEJATI, kemudian bisa memadukannya dengan benar di dalam dirinya sendiri. Dan jika hal ini sampai berhasil dilakukan, maka CINTA ILAHI yang menjadi tujuan utamanya bisa dicapai. CINTA ILAHI ini akan muncul dengan sendirinya dan kemudian memberikan keuntungan luar biasa bagi siapapun yang berhasil merasakannya dan membangkitkannya.”

“Wahai Anakku, pesanku untukmu: bebaskanlah jiwamu, dan jadilah sosok yang mencapai kemerdekaan jiwa seutuhnya. Bukankah sebelumnya sudah pernah kusampaikan padamu Tafsir dari Kakawin Nirartha Prakretha, Pupuh V, Bait II, bahwa sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk memerdekakan Jiwa dari sifat jahatnya adalah melalui PUJA. Dan PUJA kepada Tuhan dapat engkau lakukan dengan mengucapkan kalimat “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin” yang harus engkau ucapkan kepada Tuhanmu sebagai bentuk ungkapan rasa syukurmu atas segala anugerah dan nikmat yang telah diberikan oleh Tuhanmu. Ketahuilah wahai anakku bahwa bersyukur adalah jalan untuk bisa berserah diri (tawakal). Dan dengan berserah diri (tawakkal) akan menjadikan siapapun mampu bersikap rendah hati (tawadhu). Inilah tiga kunci rahasia hidup yang harus engkau pahami dan engkau jalani dengan tulus karena ketiganya akan mengantarkanmu menjadi sebaik-baiknya hamba-NYA yang setia. Ingatlah pesanku ini baik-baik wahai anakku. Salamku senantiasa menyertai jalanmu.”

Wallahu ‘alam bishshawab.

Demikianlah RENUNGAN AHAD ini saya sampaikan kepada semuanya. Semoga dapat menjadi renungan yang menggugah kesadaran kita semua. Semoga Anugerah Hyang Widhi Wasa Jagad Wisesa senantiasa terlimpahkan kepada kita semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Bhumi Nuu Waar (Manokwari),
Ahad, 30 Juni 2019 Masehi.

Sarwa Rahayu,

Original Written: Habib Yeddi A Syah / Syansanata Ra
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar